ANASTASYA 2
Malam itu, kita duduk berdua disebuah kedai kopi ditepi jalan. Kau yang menyarankan aku untuk mampir dikedai itu. Katamu, kau ingin tau situasi kedai yang membuatku bisa menuliskan banyak hal dari sana.
Kedai itu memang sepi, cuma ada beberapa orang pengunjung lain yang sibuk menatap layar. Entah apa yang mereka lihat dari layar itu. Kita sama-sama tidak tahu tentunya.
Obrolan kita makin mengalir, beriringan dengan suara bising kendaraan yang lalu lalang dikeramaian kota. Obrolan kita makin menarik, sambil sesekali menyeduh kopi dari cangkir putih yang diantarkan seorang gadis pelayan kedai. Kita berbicara mulai dari isi pembicaraan yang menguras isi kepala hingga sampai pada pembicaraan yang sekedar basa basi. Kau terlihat menawan dan aku yang makin kikuk dihadapanmu.
Sesekali asap rokokku berembus disela obrolan kita. Melayang ditengah langit-langit atap lalu hilang ditengah cakrawala. Kau memintaku untuk menceritakan isi buku pertama dan keduaku. Kau begitu sigap dengan puluhan pertanyaan yang siap menyerang. Kau cantik dengan gayamu seperti itu. Aku suka.
Waktu menjemput malam, kitapun kemudian berdiri, keluar dari kedai itu, lalu menyusuri jalan kota yang hampir sepi. Diatas sepeda motor butut milikku, kaupun masih bercerita melanjutkan obrolan ringan yang belum terselesaikan dengan tuntas dikedai kopi tadi. Kau mulai mengoceh tentang pandemi, sekalipun kau tidak begitu percaya akan adanya pandemi tetapi kau tetap patuh terhadap protokol kesehatan. Kau tau? Dititik itu aku merasa menjadi manusia yang paling beruntung dijagad raya ini. Tak peduli seburuk apapun sepi dimalam itu, tak peduli seberapapun indahnya bunga flamboyan dibulan ini, hadirmu sudah cukup indah mengisi hari-hariku.
Terimakasih, walau hanya sebentar kau datang. Aku suka kamu!
Kupang, 26 November 2020
Kevin Marden

Saya tau kedai kopinya.
BalasHapus