Enu, Kopi dan Pertanyaan Mama
Mungkin enu masih ingat dengan pesan mama saya, yang dikala itu asap dari tungku api masih mengepul dengan pekat. Yang dikala itu gerimis perlahan datang membasahi gubuk kecil mama yang pada saat yang sama juga kita sedang ada dalam gubuk itu. Enu masih ingat dengan pesan itu kan?.
Kemarin mama tanya saya, mama tanya tentang enu. Mama sudah tidak kuat lagi mau tumbuk kopi, timba air di kali apalagi cari kayu bakar. Mama su tidak kuat lagi enu. Karena saking tidak kuatnya lagi, kopi yang mama panaskan ditungku api tidak bisa mama tuangkan di gelas. Di gelas yang seperti kita pakai untuk menyajikan kopi di pagi itu. Mama sudah tidak kuat enu, lalu mama tanya di saya. Mama tanya begini, nana bagaimana sudah dengan itu enu yang sebulan lalu datang ke sini? Enu mu tetap menjadi enu mu to nana, bukan enu nya orang lain?. Dan satu lagi pertanyaan mama yang merusak pikiran saya enu, mama tanya kapan enu ke gubuknya mama lagi?. Oh ia, mama juga kasih tau kalau mama suka dengan racikan kopi nya enu, tapi mama agak sedikit koreksi dengan sayur yang enu masak. Mama bilang terlalu banyak minyak gorengnya itu sayur.
Enu, mama suka dengan kopi yang kau racik. Dan kendi kopi yang masih di tungku api mama belum pindah, mama masih tunggu enu untuk pindahkan itu nanti.
Oh ia enu, di kampung masih musim hujan, dan enu masih ingat dengan segumpal awan di belakang gubuk kecil mama to?, sekarang itu awan sudah ada lagi. Dan bahkan sekarang lebih pekat lagi.
Enu, mama tanya kapan kau ke gubuknya mama lagi?.
Gubuk, 16 April 2020
Kevhin Marden

Komentar
Posting Komentar