Ajari Aku Untuk Melepaskanmu: Serumpun Kisah Gadis Tak Bertuan
Diujung jalan itu, gadis manis dengan senyum yang anggun berjalan perlahan mendekati harapan. Jauh dalam tatapan matanya, sebuah kekecewaan bersarang dengan liarnya. Menggumpal amarah yang kian memanas. Menepati janji yang pernah disepakati bersama, rasa-rasanya tak lagi bisa didiamkannya begitu saja.
"Lepaskan saja aku, jika tak lagi berniat menulis kata. Dan ingat, jangan kembali lagi walaupun kau masih berhutang penjelasan", sahutnya lirih dengan mata yang sembab.
Jauh sudah angan itu melayang, riuh kecewa bergelora disepanjang penantian. Namun semua tak lagi mengikat. Oktober yang kelabu, November yang mengelabu. Ajari aku untuk melepaskanmu.
"Ikhlas". Kata yang selalu mencoba menenangkan harapanku. Kasih, tak semudah seperti yang kau bayangkan perihal berbicara tentang mengikhlaskan. Aku gadismu, berbicara tentang November yang perlahan mengantarku pada cerita pesta Natal tahun lalu. Semua masih tergambar dengan jelas dalam ingatan. Tentang pesan yang kau kirimkan, bahwa kau menjadikan aku sebagai rumah untuk kau pulang. Aku mengiyakan tawaranmu itu. Sayang aku salah mengartikannya.
Diatas kursi panjang di lorong kecil ini, kau pernah menjemputku. Layaknya seorang tuan putri yang dijemput dengan kereta kencana, kau memperlakukan aku dengan begitu istimewa. Aku perlahan ingin menghentikan ingatan tentang semua ini, namun sayang aku selalu gagal. Aku berdalih bahwa aku akan baik-baik saja, tetapi nyatanya tidak. Aku terpuruk, aku patah. Lalu kau semakin beringas menertawaiku.
Ah sudahlah, aku tak lagi ingin memutar terlalu jauh memori kelam ini. Ajari aku untuk melepaskanmu.
Kupang, 02-11-2019
Kevin Marden.
Nb. Kisah ini hasil dari cerita seorang gadis yang selalu disepelekan.
"Lepaskan saja aku, jika tak lagi berniat menulis kata. Dan ingat, jangan kembali lagi walaupun kau masih berhutang penjelasan", sahutnya lirih dengan mata yang sembab.
Jauh sudah angan itu melayang, riuh kecewa bergelora disepanjang penantian. Namun semua tak lagi mengikat. Oktober yang kelabu, November yang mengelabu. Ajari aku untuk melepaskanmu.
"Ikhlas". Kata yang selalu mencoba menenangkan harapanku. Kasih, tak semudah seperti yang kau bayangkan perihal berbicara tentang mengikhlaskan. Aku gadismu, berbicara tentang November yang perlahan mengantarku pada cerita pesta Natal tahun lalu. Semua masih tergambar dengan jelas dalam ingatan. Tentang pesan yang kau kirimkan, bahwa kau menjadikan aku sebagai rumah untuk kau pulang. Aku mengiyakan tawaranmu itu. Sayang aku salah mengartikannya.
Diatas kursi panjang di lorong kecil ini, kau pernah menjemputku. Layaknya seorang tuan putri yang dijemput dengan kereta kencana, kau memperlakukan aku dengan begitu istimewa. Aku perlahan ingin menghentikan ingatan tentang semua ini, namun sayang aku selalu gagal. Aku berdalih bahwa aku akan baik-baik saja, tetapi nyatanya tidak. Aku terpuruk, aku patah. Lalu kau semakin beringas menertawaiku.
Ah sudahlah, aku tak lagi ingin memutar terlalu jauh memori kelam ini. Ajari aku untuk melepaskanmu.
Kupang, 02-11-2019
Kevin Marden.
Nb. Kisah ini hasil dari cerita seorang gadis yang selalu disepelekan.
Komentar
Posting Komentar