KEPARAT SANG TAKDIR
Part
1: Kehilangan Dikau Adalah Kepahitan
.
Harta yang paling berharga,,,
Adalah keluarga…
Sepenggal
lirik lagu yang menyadarkanku akan arti dari sebuah keluarga.
Menerima
sebuah kenyataan kadang tak semudah seperti menerima sebungkus permen dari
seorang kawan. Rasa kecewa, sakit, kesal tentunya menjadi rasa yang selalu
meronta dalam hati.
Hari
itu, adalah hari terpahit dan menjadi awal yang buruk untuk hidupku. Aku masih
terlalu kecil dan bahkan belum bisa memahami apalagi mennerima kenyataan
seperti itu. Dia yang dulu nya selalu menjadi orang pertama yang
membangunkanku, dia yang dulunya menjadi orang pertama yang aku kenal, dia
adalah orang pertama yang tau tentang apa yang aku butuhkan, dia adalah orang
yang sudah mengorbankan segala hal dalam hidupnya.
Jangan
tanyakan apa bukti dari cinta nya untukku. Cinta nya begitu besar, dalam nan
luas. Untuk menggambarkan besar cinta nya untukku, ribuan liter air, triliunan
meter persegi tanah tak akan cukup mampu menggambarkannya. Dia adalah makhluk
Tuhan yang paling aku junjungi. Dia adalah manifestasi dari Tuhan yang selama
ini aku agungkan. Dibawah telapak kakinya surga kecilku berdiam. Dia adalah
ibu. Ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan sempat membesarkanku. Dia adalah
ibu untuk tiga orang anak, dan dia adalah seorang istri untuk seorang suami.
Namanya
Paulina Anut (almarhumah), wanita yang lahir disebuah gubuk reot dikampung yang
udik. Dia adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga nenekku. Kepahitan
dalam kehidupan keluarga membuatnya untuk melangkah sedikit lebih maju dari
orang tuanya. Dia pergi merantau. Mencari jalan hidup yang baru, mengubah
stigma keluarga yang tak bisa melakukan apa-apa. Dia berjuang sekuat-kuatnya,
berlari sekencang-kencangnya untuk merubah takdir yang sudah Tuhan gariskan.
Lalu dia pun menjadi seorang wanita yang cukup berpendidikan. Strata
pendidikannya memang tak begitu tinggi untuk kalangan kita dihari ini. Tapi
cukup tinggi untuk kalangan mereka di hari itu. Dia adalah sesosok ibu yang
memperlakukanku layaknya seorang raja.
Desember
2000, adalah detik-detik terakhir aku merangkulnya. Adalah detik-detik terakhir
aku menjadi seorang raja dalam dekapannya. Adalah detik-detik terakhir aku
merasakan ASI dari dirinya. Adalah detik-detik terakhir aku menatap hari
bersama nya. Adalah detik-detik terakhir aku melihat senyum serta tawa dari
bibirnya. Mama pergi menghadap ke sang pemberi kehidupan. Caranya pergi diluar
nalar sehatku. Mama menghembuskan nafas terakhirnya ketika aku sedang asyiknya
bermain dengan kawan sebayaku.
Aku
terpukul, sakit menahan tangis. Kehilangan sosok ibu tak bisa kubayangkan akan
seperti apa jalan hidupku. Aku menjadi anak yang tak begitu dalam mengenalinya.
Aku benci kenyataan dihari itu. Aku benci takdir yang Tuhan gariskan dalam
hidupku. Aku menyalahkan Tuhan seutuhnya. Aku benci Tuhan. Kenapa Engkau
mengambil wanita yang sangat aku cintai?. Apakah memang harus se-tragis
ini jalan yang Kau buat untukku?. Tetapi
aku besyukur, setidaknya dengan kepergian itu ibu ku tak lagi merasakan sakit
yang selama bertahun-tahun ia keluhkan. Ibu sembuh dari penderitaan sakitnya.
Tapi tidak dengan diriku. Ibu pergi meninggalkan luka yang mendalam untukku.
Luka yang tak akan pernah bisa diobati. Luka yang tak mungkin bisa disembuhkan.
Perihal
kepergian ibu, aku hanya memahami tentang satu hal. Bahwa ibu hanya pergi
mencari seorang dokter spesialis untuk penyakitnya. Untuk menginap dirumah yang
kelak akan aku kunjungi juga nanti nya.
“mama, siapkan aku satu kamar termewah dirumah barumu”.
Penyakit
yang derita ibuku adalah salah satu jenis penyakit yang memang mematikan. Mama
mengidap penyakit KANKER PAYUDARA. Penyakit yang mengerikan, penyakit yang
menghancurkan segala ekspektasi kehidupan. Aku takut membicarakan penyakit ini.
Tetapi ibuku, dia seorang wanita hebat yang mampu melawan penyakit ini hingga
nafas terakhirnya. “mama,,titip salamku untuk surga mu. Tunggu aku, aku pasti
akan kesana.
Hari-hari
berlalu tanpa sosok seorang ibu. Rumah tak lagi seramai dulu, tak lagi seriang
dulu, tak ada lagi sosok wanita yang selalu menungguku dipintu rumah ketika aku
pulang bermain dengan kawan-kawanku, tak ada lagi sosok wanita yang setiap sore
nya berteriak memanggil namaku untuk sesegera membersihkan diri, tak ada lagi
sosok wanita yang akan memasak makanan kesukaanku, tak ada lagi sosok wanita
yang akan menyuapiku, tak ada lagi sosok wanita yang dengan tabahnya mengajari
dan mengenaliku tentang hidup, tak ada lagi sosok wanita yang dengan sabar
mendongengi aku hingga aku tertidur dengan lelap. Semua terasa hampa. Rumahku
kehilangan cinta sejatinya.
“Mama,
semenjak mama pergi ada banyak hal yang sudah saya lewati. Suka dan duka
kehidupan sudah saya rasakan. Jatuh dan bangun sudah menjadi menu makan untuk
saya. Oh ia, sebentar lagi saya mau jadi seorang sarjana. Saya harap mama
bangga em. Tuntun saya e mama, supaya saya selalu jalan di jalan yang benar.
Sampai jumpai di lain hari mama”.
Kupang,
19 September 2019.
Kepergianmu
Mama tak bisa ku iklaskan begitu saja. Aku perlu banyak waktu, ma.
Sudah mengalami hal yang sama....sangat berat ...dialah cinta pertama yang tidak akan didapatkan lagii walaupun ingin mengulanginya lagi
BalasHapusRencana Tuhan pasti baik
Hapustulisannya bagus kak👍👍
BalasHapusMakasih banyaj enu
Hapus