Sebab hati bukan halte
Padamu aku titipkan rindu yang berbau melankolis.
Menjalar, merasuk hingga merusak.
Senyum mu bagai hujan di bulan ini,
Beribu dalil aku urutkan,
Agar tertata maksud rinduku.
Padamu aku titipkan aroma pilu,
Perihal hati yang patah berkali-kali.
Empati mu abu-abu,
Atau bahkan nihil.
Pilu ku makin gerusu.
Nila ku kian kalang kabut.
Lalu apa yang kau perbuat?,
Engkau hanya menatap penuh pesimis.
Euforia bukan lagi tentang datang,
Tapi tentang pergi dan enggan kembali.
Padamu aku titipkan rindu yang berjatuhan,
Seperti hujan dikotamu yang datang menggenangi.
Pernah aku memintamu untuk menampung airnya,
Tetapi kau justru menertawai nya.
Itu aliran rinduku yang tak lagi terbendung,
Senyum sinismu, mematahkan harapku.
Sudahlah, rinduku tetap berjatuhan.
Kapan engkau bisa memahaminya?,
Mungkin setelah esok menjadi hari ini.
Datang dan jangan sekedar singgah,
Sebab hati bukan halte!.
Kevin Marden (Kupang, 10/03/2019).
Menjalar, merasuk hingga merusak.
Senyum mu bagai hujan di bulan ini,
Beribu dalil aku urutkan,
Agar tertata maksud rinduku.
Padamu aku titipkan aroma pilu,
Perihal hati yang patah berkali-kali.
Empati mu abu-abu,
Atau bahkan nihil.
Pilu ku makin gerusu.
Nila ku kian kalang kabut.
Lalu apa yang kau perbuat?,
Engkau hanya menatap penuh pesimis.
Euforia bukan lagi tentang datang,
Tapi tentang pergi dan enggan kembali.
Padamu aku titipkan rindu yang berjatuhan,
Seperti hujan dikotamu yang datang menggenangi.
Pernah aku memintamu untuk menampung airnya,
Tetapi kau justru menertawai nya.
Itu aliran rinduku yang tak lagi terbendung,
Senyum sinismu, mematahkan harapku.
Sudahlah, rinduku tetap berjatuhan.
Kapan engkau bisa memahaminya?,
Mungkin setelah esok menjadi hari ini.
Datang dan jangan sekedar singgah,
Sebab hati bukan halte!.
Kevin Marden (Kupang, 10/03/2019).
Komentar
Posting Komentar