Surat rindu untuk ayah
Untuk mu Ayah
Dulu ada seorang bocah nakal yang selalu mengusik hari- hari kerja mu. Seorang bocah nakal yang membuatmu harus bertahan dibawah teriknya matahari, yang membuatmu tetap bertahan meski hujan-angin menerpa. Jari tangan dan kaki mu tak lagi semulus dulu, kini semua nya terlihat penuh bekas goresan. Engkau selalu berkelana dengan waktumu untuk bekerja. Betapa mulia nya hatimu, hanya untuk melihat si bocah kecil yang nakalmu bisa bertumbuh.
Keriput di kulit,rambut yang perlahan memutih, tubuhmu yang tak lagi tegap, kini semua perlahan terlihat. Sementara si bocahmu terus tumbuh menjadi seorang pria gagah. Ladangmu tak lagi sebersih dulu, rumput liar tumbuh dimana-mana. Parang dan cangkul tak lagi sekilat dan setajam dulu. Keringatmu, aroma tubuhmu, mampukah si bocah kecilmu mengusap nya?.
Hari ini, si bocah mu sudah menjadi seorang pria yang gagah di tanah rantauan. Beban tanggung jawabnya tak hanya untuk diri nya sendiri, tapi untuk mu dan mungkin untuk keluarga kecilnya kelak. Dalam benak si bocah kecilmu selalu ter ngiang tentang pesan-pesanmu "Neka hemong beo" (jangan lupa kampung halaman). Seperti menjadi wejangan hikmat untuk terus melangkah maju lalu membahagiakan.
Ayah, mau kah kau menunggu lalu memeluk si bocahmu jikalau nanti dia kembali ?. Sebab hari ini, yang dia rindukan adalah berjalan bersamamu menuju ladang kita, lalu membersihkan kembali rumput liar nya. Ayah, masih kah kau disana (rumah)?. Aku harap iya. Karena tempat terindah untuk pulang adalah rumah sederhanamu. Sajian menu pagi (daeng kokor + kopi) menjadi menu yang selalu rindukan. Sajian menu disini tak semanis sajian di rumahmu. Bocah kecilmu ingin pulang.
Kevhin Marden (Kupang, 30/01/2019). Didedikasikan untuk sangged ame yang begitu sibuk bekerja. Istirahatlah, sebab tubuhmu pasti lelah.
Dulu ada seorang bocah nakal yang selalu mengusik hari- hari kerja mu. Seorang bocah nakal yang membuatmu harus bertahan dibawah teriknya matahari, yang membuatmu tetap bertahan meski hujan-angin menerpa. Jari tangan dan kaki mu tak lagi semulus dulu, kini semua nya terlihat penuh bekas goresan. Engkau selalu berkelana dengan waktumu untuk bekerja. Betapa mulia nya hatimu, hanya untuk melihat si bocah kecil yang nakalmu bisa bertumbuh.
Keriput di kulit,rambut yang perlahan memutih, tubuhmu yang tak lagi tegap, kini semua perlahan terlihat. Sementara si bocahmu terus tumbuh menjadi seorang pria gagah. Ladangmu tak lagi sebersih dulu, rumput liar tumbuh dimana-mana. Parang dan cangkul tak lagi sekilat dan setajam dulu. Keringatmu, aroma tubuhmu, mampukah si bocah kecilmu mengusap nya?.
Hari ini, si bocah mu sudah menjadi seorang pria yang gagah di tanah rantauan. Beban tanggung jawabnya tak hanya untuk diri nya sendiri, tapi untuk mu dan mungkin untuk keluarga kecilnya kelak. Dalam benak si bocah kecilmu selalu ter ngiang tentang pesan-pesanmu "Neka hemong beo" (jangan lupa kampung halaman). Seperti menjadi wejangan hikmat untuk terus melangkah maju lalu membahagiakan.
Ayah, mau kah kau menunggu lalu memeluk si bocahmu jikalau nanti dia kembali ?. Sebab hari ini, yang dia rindukan adalah berjalan bersamamu menuju ladang kita, lalu membersihkan kembali rumput liar nya. Ayah, masih kah kau disana (rumah)?. Aku harap iya. Karena tempat terindah untuk pulang adalah rumah sederhanamu. Sajian menu pagi (daeng kokor + kopi) menjadi menu yang selalu rindukan. Sajian menu disini tak semanis sajian di rumahmu. Bocah kecilmu ingin pulang.
Kevhin Marden (Kupang, 30/01/2019). Didedikasikan untuk sangged ame yang begitu sibuk bekerja. Istirahatlah, sebab tubuhmu pasti lelah.

Nk pnd nggarak lu'u mata taa kaee .........
BalasHapus