Mawar merah dibulan Desember
Mawar merah dibulan Desember, lembayung sendu untuk rindu yang tak bisa dituntaskan. Jika rindu hanyalah perasaan yang sesat, tolong buatkan jalan yang baru. Jangan merubah setiap tikungan, agar per empatan tetap punya makna untuk saling menatap. Dipersimpangan jalan itu, senyum tipis si mata sayu mulai merona. Kecemasan, kekhwatiran seakan hilang seketika. Panorama asmara tolong kau jaga, jangan biarkan rintikan malam itu menghapusnya. Karena tak ada lagi kata ilusi. Ini realita, ekspektasi yang selama ini kita gaungkan kini menjadi nyata. Bukankah ini baik?. Bukankah ini sebuah progres yang harus dicatat dalam diary?.
Mawar merah di bulan Desember. Kuncup mesra bergema dalam setiap lamunan. Riuh rindu mengisi relung hati. Dalam setiap cangkiran kopi, aku selalu menitip tanya, tentang kapan kita bersua. Dalam setiap gempulan asap batangan cigaretek, aku selalu melepas ego. Jika memang ego yang membuat kita tak bisa bersua. Bukankah aneh jika rindu itu datang lalu kita berusaha untuk saling melupakan?. Ini konyol.
Mawar merah dibulan Desember.
Ini bukan harapan yang tanpa dasar, bukan sekedar retorika tanpa kajian yang empiris. Jika imajiku terberai, tolong kau pahami tentang apa makna tulisanku. Aku tau, bahwa akan ada tawa dan duka yang akan menghampiri jika aku menaruh harapan penuh padamu. Tapi itu tak apa, sebab mencintaimu perlu hati yang juga siap untuk terluka. Jika senyum tipismu adalah kode untuk sebuah kedekatan, maka aku harap bersua adalah hal yang paling baik. Aku merindukanmu.
Mawar merah dibulan Desember.
Dipersimpangan jalan ini, aku hanya ingin menitip pesan tentang kegalauanku karena rindu. Aku tak bisa menolak rindu, karena itu hal ter rumit dalam setiap keinginan. Temui aku dalam heningku, niscaya keresahan ini tak akan berlangsung lama. Temui aku!.
Kevhin Marden (Kupang, 9 Desember 2018)
Komentar
Posting Komentar