Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Krna tak menganggapku anak tiri

Gambar
UNTUK KAMU YANG TAK MENGANGGAPKU ANAK TIRI Kevhin Marden Dear adik.. Apa kabar mu dikampung sana?. Maaf kan aku, karena harus menuliskan ini atas nama rindu. Lama tidak bersua dengan kalian, menyadarkan aku bahwa berkumpul bersama adalah sesuatu yang tak akan pernah bisa dibeli oleh satuan uang atau apapun. Singkatnya, aku rindu diks. Dear adik... Saat dulu kita bersama, bersama ibu mu dan bersama ayahmu, kau mengajarkan aku untuk tau berucap syukur. Untuk tau berucap syukur pada Tuhan, saat aku melantunkan canda ku bersama Tuhan ku. Kau mengajarkan aku untuk saling berbagi, sekalipun itu tak seberapa. Dear adik... Kasih sayang dari ke-dua orang tua mu, kasih yang tak membeda-bedakan antara aku dengan kalian anak kandung mereka. Seakan mengajarkan aku akan pentingnya hidup kekeluargaan. Aku selalu ingin merasakan belaian kasih dari ke-dua orang tua kandungku. Tapi sepertinya itu akan sia-sia. Aku rindu diks, dengan orang tua kandungku. Dear adik... Dari tanah ra...

Tentang pagi dan embunnya

Gambar
KAU TETAP SAJA EMBUN PAGIKU (Kevhin Marden) Dari sebuah narasi kecil Kau pernah membuat sebuah cibiran Bertubuh pendek “kau rindu padaku” Begitu kira-kira ucapmu. Untuk sebuah rasa yang terlempar Mungkin bisa dikejar tanpa harus menghafal rumus. Kurang dan lebih Kau tetap saja embun Yang selalu aku sapa di setiap pagi. Namamu aku sematkan dalam puisi Namun aku takkan sanggup mengeeja Setiap kata yang tumbuh ketika aku kagumi Kening mu. Aku berjanji bahwa kita akan bertemu Ketika jarum pendek patah di angka delapan Dan jarum panjang berselingkuh di angka sepuluh. Sungguh rasa ini membodohiku Yang tanpa kau sadari. Maaf bila nadaku pernah terlambat pamit Darimu. Akan aku ceritakan bagaimana sukarnya Menyulam kata, saat hatiku Merindukan tawamu. Ahh kasih.